Ini merupakan alasan kenapa
Nazi membantai orang-orang yahudi. Itu
karena Hitler tau yahudi akan mempengaruhi seisi bumi ini, kalau menurut kalian
Hitler orang yang kejam dan membunuh banyak orang yang tidak berdosa. Sekarang
saya akan bertanya balik kepada anda apa perbedaannya dengan perang dunia 1 dan
2, apa perbedaannya dengan penjajahan belanda di Indonesia, apa perbedaannya
dengan bom atom di Hiroshima,Nagasaki, dan pearl harbor??? Bahkan lebih banyak korban di perang-perang
tersebut tapi kenapa selalu Hitler yang jadi sosok kambing hitam di mata
dunia????
Ini adalah satu dari beribu korban anak-anak yang mati
karena kekejaman Israel dan zionis, coba bayangkan bila ini anak kita, apa yang
anda rasakan? Sedih,marah,dan bencikah terhadap merekan yang tega membunuhnya??
Anak selucu ini mati mengenaskan terkena roket oleh orang Israel apa ini bisa
di bilang berperikemanusiaan??? Banyak anak kecil yang di tembak bahkan di bom
saat sedang bermain apa ini bukan tindakan yang kejam???
”Para perempuan banyak yang diperkosa sebelum dibunuh ,
Para bayi Palestina diremukkan tulang-tulang dan kepalanya sebelum
dibunuh,tentara Israel menyerbu Rumah Sakit Akka dan menembak mati para
perawat, dokter, dan seluruh pasien”.
London, musim panas 1982. Malam demi malam siaran teve
dihiasi dengan pemberitaan keadaan terkini tentang serangan Israel ke Lebanon.
Lewat udara dan darat, tentara zionis itu membombardir wilayah-wilayah di
Lebanon yang dituding sebagai tempat persembunyian pejuang-pejuang Palestina.
Salah seorang warga London yang setia menyimak perkembangan serangan Israel ke
Lebanon itu adalah Ang Swee Chai, seorang perempuan, dokter ortopedis kelahiran
Malaysia. Sebagai seorang tenaga medis, Dokter Ang begitu miris melihat
banyaknya korban sipil yang jatuh akibat serangan itu yang terdiri dari
anak-anak kecil dan perempuan tak berdosa. Dalam bukunya yang menggetarkan
“From Beirut to Jerusalem” (Kualalumpur, 2002), Dokter Ang menulis, “Lebanon
dan Beirut adalah nama-nama asing bagiku.
Sedangkan Israel sebaliknya. Gereja telah mengajarkanku
bahwa anak-cucu bangsa Israel adalah anak-anak pilihan Tuhan. Teman-temanku
sesama Kristiani mengatakan bahwa berkumpulnya orang-orang Yahudi dari seluruh
penjuru dunia di Negeri Israel adalah pemenuhan janji Tuhan yang terdapat dalam
pengabaran-pengabaran di Kitab Injil. ” “Aku berpihak pada Israel untuk alasan
lain, ” lanjutnya, “Di London, aku menghabiskan waktu berjam-jam menonton acara
teve yang menyiarkan penderitaan luar biasa orang-orang Yahudi di tangan Nazi.
Penciptaan Negara Israel, yang memberi semua orang Yahudi sebuah rumah yang
membuat mereka terbebas dari penganiayaan dan siksaan, menurutku adalah suatu
tindak keadilan—bahkan suatu keadilan dari Tuhan. ” Namun pandangan dokter Ang
berbalik seratus delapanpuluh derajat ketika lewat layar kaca dirinya
menyaksikan kebrutalan yang dilakukan tentara Israel terhadap para pengungsi
Palestina di Lebanon. “Ini benar-benar membuatku marah. Aku tidak bisa memahami
mengapa Israel melakukan hal demikian. …
Dalam Kitab Perjanjian Lama, raksasa Goliath adalah
termasuk orang Filistin penakluk yang meneror lawan-lawannya. Kisah David dan
Goliath menjadi salah satu kisah kesukaanku. Pada anak-anak kecil aku suka
sekali bercerita bagaimana si kecil David bisa mengalahkan si raksasa Goliath,
” tulis Dokter Ang yang sosok tubuhnya sendiri sangat mungil, tingginya hanya
150 sentimeter. “Meski demikian, dari ulasan teve yang selalu kulihat,
tampaknya Israel telah berubah menjadi Goliath; seorang raksasa yang angkuh
yang membawa kehancuran, teror, dan kematian kepada saudaranya, Lebanon. …
Mengebom orang-orang sipil, dan banyak dari mereka adalah
perempuan dan anak-anak, adalah cara pengecut dalam perang. Apakah Tuhan telah
berpaling dari Lebanon?” Dokter Ang kemudian menulis betapa sedih dirinya
menyaksikan kebiadaban yang dipertontonkan ‘bangsa terpilih’ tersebut. “Pertama
karena mereka telah disakiti oleh Israel, kedua karena aku seorang Kristen, dan
ketiga aku adalah dokter. Aku sama sekali tak habis pikir betapa Israel tega
menjatuhkan bom-bom fosfor ke tengah penduduk sipil di dalam kota yang sangat
padat tersebut. ” Tidak Sekadar Membunuh Penderitaan bangsa Palestina dan
Lebanon membuat Dokter Ang berangkat ke Beirut sebagai dokter sukarelawan.
Di hari-hari pertama di Lebanon, Dokter Ang telah menjumpai
banyak fakta bahwa di wilayah ini Israel telah melakukan semacam uji coba
berbagai macam bom-bom terbaru buatan mereka. Beberapa bom mutakhir Israel
tersebut antara lain: Implosion bomb atau vacuum bomb yang dijatuhkan dari
udara dan ketika meledak mampu menghisap satu blok bangunan sepuluh lantai ke
dalam tanah hanya dalam beberapa detik, membuatnya menjadi tumpukan beton dan
mengubur seluruh penghuninya hidup-hidup. Selain itu ada lagi fragmentation
bomb atau cluster bomb, yang juga dijatuhkan dari pesawat tempur.
Beberapa puluh meter di atas udara, cluster bomb yang
awalnya terlihat hanya satu akan memecah diri menjadi ratusan bola-bola besi
kecil seukuran bola tenis dan menyebar dalam radius ratusan meter persegi.
Bom-bom kecil ini tidak segera meledak dan tergeletak di dalam tanah. Jika
seorang anak kecil mengutak-atiknya karena dikiranya sebuah mainan, maka bom
ini akan meledak dan membunuh atau merusak bagian tubuh di anak tersebut. Bom
ini biasanya sengaja dijatuhkan di lokasi padat penduduk. Lalu ada fosfor bomb
yang bersifat membakar. “Zat fosfornya menempel di kulit, paru-paru, dan usus
para korban selama bertahun-tahun, terus membakar dan menghanguskan serta
menyebabkan nyeri berkepanjangan. Para korban bom ini akan mengeluarkan gas
fosfor hingga nafas terakhir, ” ujar Doker Ang. Dalam bukunya, dokter yang
bersuamikan seorang warga Inggris ini mengatakan bahwa Israel jelas tidak ingin
sekadar membunuh musuh-musuhnya namun juga ingin membuat musuh-musuhnya
menderita berkepanjangan sebelum menemui ajal.
Pembantaian Sabra-Shatila ,Sabra-Shatila adalah nama dua
buah kamp pengungsian Palestina di wilayah Beirut Barat yang letaknya
berhimpitan. Selain Sabra-Shatila, ada pula kamp pengungsi Mar Elias, Bour
el-Brajneh, dan sebagainya. Seperti layaknya kamp-kamp pengungsian Palestina
lainnya, kamp pengungsian Sabra-Shatila yang luasnya tidak begitu besar dihuni
oleh ribuan warga Palestina. Mereka tinggal di dalam kamar-kamar sempit dan
kumuh di mana fasilitas sanitasi dan kesehatan sangat tidak layak. Beberapa
pekan bertugas di Beirut, untuk menghentikan serangan membabi-buta yang dilakukan
Israel, para pejuang Palestina akhirnya dievakuasi keluar dari Beirut diangkut
dengan kapal-kapal laut di bawah kawalan Perancis dan Italia.
PBB Mengirim sejumlah pasukan penjaga perdamaian. Sebab
itu, Israel kemudian menghentikan serangannya, setidaknya untuk sementara
waktu. Ini terjadi beberapa saat mendekati September 1982. Di Beirut,
orang-orang keluar dari tempat perlindungan dan membersihkan semua puing-puing
dan jalanan. Harapan hidup kembali bersinar di mata-mata mereka. Bukan itu
saja, sesuai permintaan PBB, para ibu-ibu Palestina juga menyerahkan semua
senjata api yang tadinya disimpan di dalam rumah sebagai alat penjagaan diri
kepada lembaga internasional. “Harapan akan perdamaian terlihat di mata mereka.
Para ibu-ibu Palestina menyerahkan semua senjata yang
mereka miliki. Mereka mulai membersihkan jalan dan puing-puing rumahnya.
Anak-anak kecil mulai bisa berlarian, bermain di jalan-jalan yang masih
terlihat kotor oleh puing-puing yang disingkirkan ke pinggirnya. Mereka sangat
yakin bahwa kehidupan akan pulih seperti sedia kala, ” ujar Dokter Ang.
Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Setelah
jalan-jalan bersih dari tumpukan karung-karung berisi pasir, bersih dari
beton-beton dan batu-batu yang tadinya sengaja dipasang sebagai barikade,
setelah keluarga-keluarga Palestina di kamp pengungsian tidak lagi memiliki
senjata, maka suatu malam, 14 September 1982, sebuah ledakan besar terdengar di
seantero Lebanon. Calon Presiden Lebanon dari kalangan Kristen, Bashir Gemayel
terbunuh. Esok paginya, saat hari masih gelap, udara Lebanon dipenuhi gelegar
raungan pesawat-pesawat tempur Israel. Burung-burung besi itu secara royal
menjatuhkan bom-bom yang kembali melantakkan Beirut. Bumi tempat Dokter Ang
Swee Chai berpijak dirasakan bergetar oleh deru ratusan tank Merkava milik
Israel yang berkonvoi masuk Beirut dan mengepung kamp pengungsian
Sabra-Shatila. Tank-tank ini diikuti oleh tentara infanteri Israel dan sekutu
mereka, Milisi Phalangis, yang terdiri dari orang-orang Kristen Lebanon bersenjata
yang memang dekat dengan kaum Yahudi.
Kamp-kamp pengungsian yang waktu itu hanya dihuni oleh kaum
wanita, jompo, dan anak-anak kecil serta bayi, karena para pejuang Palestina
yang terdiri dari laki-laki muda telah pergi, kembali senyap. Mereka kembali masuk
kembali ke rumah-rumahnya yang telah hancur dan mengunci diri di dalamnya.
Kepungan yang dilakukan tank-tank dan tentara Israel sangat rapat sehingga
seekor kucing pun tak akan bisa meloloskan diri. Dokter Ang Swee Chai pagi hari
segera menuju Rumah Sakit Gaza yang terletak tidak jauh dari kamp pengungsian
Sabra-Shatila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar